Kamis, 05 November 2009

Air Bersih Perkotaan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan air bersih di daerah perkotaan menjadi sangat penting mengingat aktivitas kehidupan masyarakat kota yang sangat dinamis. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut penduduk daerah perkotaan tidak dapat menggandalkan air dari sumber air langsung seperti air permukaan dan hujan karena kedua sumber air yang mudah dijangkau tersebut sebagian besar telah tercemar baik langsung maupun tidak langsung dari aktivitas manusia itu sendiri. Air tanah merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tetapi mempunyai keterbatasan baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu pengambilan air tanah secara berlebih tanpa mempertimbangkan kesetimbangan air tanah akan memberikan dampak lain seperti penurunan muka tanah, intrusi air asin dan lain-lain.

Air bersih untuk keperluan sehari-hari merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat di daerah perkotaan. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut di daerah perkotaan dibangun beberapa pengolahan air bersih yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara yaitu Perusahaan Daerah Air Minum. Instansi inilah yang kemudian bertugas untuk menyiapkan air bersih dan mendistribusikannya kepada masyarakat sebagai konsumen, akan tetapi masih sulit memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini disebabkan keterbatasan akan kualitas air baku dan kapasitas produksinya. Permasalahan tersebut diperparah dengan adanya kehilangan air baik secara teknis maupun non teknis.

Secara sistem maka proses tersebut tidak dapat terlepas dari berbagai faktor makro dan mikro dari sistem itu sendiri. Secara eksplisit ditunjukan pada skema sebagai bingkai dalam system yang mempengaruhi kinerja. Empat faktor yang dapat diacu sebagai faktor dominan ialah peranan pemerintah pusat, kinerja PDAM, kondisi sumber air, dan masyarakat pemakai air itu sendiri. Indicator dari masing-masing faktor memberikan pada skema tersebut yang secara spesifik mempengaruhi kenerja dari system suplesi air bersih tersebut. Sebagai contoh ialah pelayanan teknis dan administrasi dari PDAM yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat. Masih banyak keluhan yang terdengar terhadap indikator mengakibatkan sebagian masyarakat enggan atau tidak menempatkan hasil keluaran air bersih dari PDAM sebagai prioritas utama penyediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari.

Keempat faktor dominant tersebut memberikan pengaruh secara parsial dari akmulasi dengan faktor lainnya. Keterkaitan ini yang kemudian menciptakan lingkaran masalah yang sulit untuk dipecahkan, beberapa upaya yang telah dilakukan saat ini lebih merupakan penyelesaian permasalahn secara parsial tanpa memperhatikan kemungkinan akumulasi dan interakasi dengan faktor dominant yang lain, sehingga seringkali kurang efisien.

B. Rumusan Malasah

Dalam makalah yang membahas tentang peran serta atau partisipasi masyarakat sebagai salah satu elemen dalam sistem suplesi air bersih. Pembahasan akan dilakukan berdasarkan pendekatan sistem secara terpadu. Berikut rumusan masalah yang di simpulkan dalam studi ini antara lain :

o Bagaimana bentuk pendekatan sistem pada sistem suplesi air bersih ?

o Bagaimana keberadaan dan partisipasi masyarakat sistem suplesi air bersih ?

C. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini Sebagai upaya untuk mengatasi kompleksitas masalah suplesi air di daerah perkotaan, maka peran serta semua pihak sangat diharapkan untuk dapat mewujudkan harapan tersebut. makalah ini akan membahas peran serta atau partisipasi masyarakat sebagai salah satu elemen dalam sistem suplesi air bersih. Pembahasan akan dilakukan berdasarkan pendekatan sistem secara terpadu.

D. Ruang Lingkup

Dalam makalah yang membahas tentang masalah pendekatan dan bentuk partisipasi masyarakat sistem suplesi air bersih. Maka ruang lingkup dalam studi ini mencakup daerah yang memiliki masalah dalam mendapatkan air bersih khususya daerah perkotaan. Kemudian di lanjutkan dengan pembuatan makalah yang membahas bentuk masalah yang terjadi di daerah perkotaan tersebut.

BAB II

DEFINISI OPERASIONAL

Dalam survey pengamatan yang dilakukan dalam studi ini diperlukan adanya definisi operasional sebagai perincian dari setiap istilah yang di ungkapkan. Berikut beberapa definisi operasional yang sehubungan dengan prasarana air bersih atau air minum :

- Air merupakan benda cair seperti yang ada di sungai, laut, sumur dan di bawah permukaan tanah.

- Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah dan terletak pada zona jenuh air yaitu zona tidak jenuh air dan zona jenuh air.

- Air asin merupakan air yang berasal dari lautan dan mengandung NACL dan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan garam.

- Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air di bawah tanah, keberadaannya, peredarannya dan salurannya, persifatan kimia dan fisikax, reaksi dengan lingkungan, termasuk hubungan dengan makhluk hidup.

- Jaringan irigasi merupakan saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan

- Air artesisi merupakan air yang keluar dari dalam dalam tanah berdasarkan tekanan alami karena pemboran maupun tidak.

- Air limbah merupakan semua jenis air buangan yang mengandung kotoran.

- Aliran air merupakan gerakan air baik secara alami maupun karena pemompaan.

- Jaringan air bersih merupakan jaringan pipa saluran air yang mengalirkan air bersih kerumah-rumah yang di layaninya.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Sistem pada Sistem Suplesi Air Bersih

Sistem suplesi air merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai elemen sistem yang saling terkait satu dengan lainnya, sehingga walaupun tulisan ini hanya akan memfokuskan pada partisipasi masyarakat dalam mewujudkan suplesi air bersih, tetapi sebagai suatu sistem masalah ini tidak dapat diselesaikan secara parsial atau dari satu sisi saja.

Sistem suplesi air mempunyai keunikan yaitu sebagian dari konsumen secara langsung mengkonsumsi bahan baku proses tersebut. Penelitian rinci mengenai ini belum sepenuhnya dilakukan tetapi berdasarkan berbagai analisis dapat disimpulkan sementara bahwa ada empat faktor dominan yang mempengaruhi yaitu :

1. Kualitas air yang kurang memadai

2. Belum terjangkau oleh jaringan distribusi

3. Biaya instalasi dan operasional yang terlalu tinggi

4. Kurang sadarnya akan pentingnya air bersih untuk kesehatan.

Faktor tersebut yang mendorong sebagian masyarakat masih memanfaatkan air baku seperti air tanah untuk keperluan sehari-hari, bahkan pada masyarakat yang tinggal ditepi sungai masih sering menggunakan air sungai untuk keperluan mandi-cuci-kakus (MCK ).

Sistem itu juga menunjukkan peran masyarakat tidak saja mendorong terwujudnya pemenuhan air bersih tetapi juga memberikan dampak negatif dari masyarakat tidak langsung terhadap sumber daya air atau secara global ganguan terhadap siklus hidrologi seperti pengundulan hutan dan penggunaan ozon. Belum lagi diperparah dengan aktivitas manusia yang secara langsung mengganggu kualitas air dengan membuang limbah cair dan padat ke dalam perairan sungai.

Secara sistem maka proses tersebut tidak dapat terlepas dari berbagai faktor makro dan mikro dari sistem itu sendiri, Empat faktor yang dapat diacu sebagai faktor dominan ialah peran Pemerintah Pusat atau Daerah, kinerja PDAM, kondisi sumber air, dan masyarakat pemakai air itu sendiri. Sebagai contoh ialah sistem pelayanan teknis dan administrasi dari PAM Jaya yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat. Masih banyak terdengar keluhan terhadap indikator ini yang mengakibatkan sebagian masyarakat enggan atau tidak menempatkan hasil keluaran ( air bersih ) dari PDAM sebagai prioritas utama penyediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari.

Keempat faktor dominan tersebut memberikan pengaruhnya secara parsial dan akumulasi dengan faktor lainnya. Kerterkaitan ini yang kemudian menciptakan “lingkaran masalah” yang sulit untuk dipecahkan, beberapa upaya yang telah dilakukan saat ini lebih merupakan penyelesaian permasalahan secara parsial tanpa memperhatikan kemungkinan akumulasi dan atau iteraksi dengan faktor dominan yang lain, sehingga seringkali kurang efisien.

Uraian di atas menegaskan bahwa untuk mewujudkan suplesi air bersih yang didambakan masyarakat di perkotaan tidak dapat diselesaikan secara parsial tetapi lebih kepada pendekatan sistem secara terpadu dengan memperhatikan faktor dominan di luar proses suplesi yang mempengaruhinya

Pengaruh masing-masing faktor dominan tidak secara rinci dijelaskan pada makalah karena lebih menitikberatkan pada keberadaan masyarakat dan partisipasinya yang akan mempengaruhi kinerja sistem suplesi air bersih di daerah perkotaan.

B. Keberadaan dan Partisipasi Masyarakat

Pentingnya keikutsertaan masyarakat dan swasta seperti yang diuraikan dalam salah satu faktor dominan di atas telah menjadi kebijakan nasional di hampir seluruh negara didunia semenjak dicetuskannya Dublin statement, di Irlandia (1992) yang kemudian diikuti oleh Agenda 21 Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sudah menjadi kebijaksanaan umum yang berisikan 4 kerangka pokok pikiran yaitu :

1. Pengelolaan secara efektif sumber air sebagai sumberdaya alam yang sifatnya holistik dikait dengan proses pembangunan sosial ekonomi dengan menjaga kelestarian sumber daya alam;

2. Pengelolaan sumberdaya air harus mengkaitkan seluruh unsur yang terlibat yaitu pemakai, perencana, dan pengambil kebijakan disemua tingkatan;

3. Mengingatkan peran wanita dalam pengelolaan dan menjaga air;

4. Air memiliki nilai ekonomis.

Pernyataan tersebut di atas menegaskan akan pentingnya keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air secara menyeluruh. Air bersih sebagai salah satu produk utama dari kegiatan pengelolaan sumberdaya air harus memperhatikan secara serius akan partisipasi masyarakat secara penuh.

Untuk membahas partisipasi masyarakat pada sistem suplesi air bersih hendaknya dilihat terlebih dahulu keberadaan masyarakat tersebut. Secara geografis dapat dipisahkan dalam kelompok masyarakat yang masing-masing mempunyai perannya dalam mendukung dan menghambat sistem. Dikaji dari pola aliran sungai maka dapat dipisahkan kelompok masyarakat yang tinggal di hulu sungai, tepi sungai, muara, dan pantai. Sementara dipandang dari pola pemukiman dan kehidupannya terdapat dua kelompok utama yaitu di daerah urban dan rural. sketsa pada gambar 2 memisahkan adanya masyarakat urban yang telah memanfaatkan air bersih dari pengolahan air, tetapi adapula yang masih memanfaatkan air tanah secara langsung. Masing-masing kelompok tersebut mempunyai peran yang berbeda sehingga tidak dapat digeneralisasi suatu pola untuk meningkatkan partisipasi masyarakat pada suatu perkotaan.

Aktivitas keseharian yang mendukung dan menghambat kinerja sistem suplesi air sangat berbeda berdasarkan letaknya terhadap sumber air baku dan pada pemanfaatan distribusi air. Sebagai contoh apabila akan dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di daerah tepi sungai akan sangat berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pantai. Contoh ini memberikan penekanan bahwa partisipasi masyarakat tidaklah dapat diharapkan “seragam” akan tetapi “beragam” sesuai dengan perannya pada sistem suplesi dan adanya keterpaduan antar kelompok. Secara parsial dalam setiap kelompok memang dapat digunakan pendekatan sebab – akibat untuk mereduksi ganguan terhadap suplesi air bersih, akan tetapi pengaruh faktor makro akan berperan sangat besar pada penyelesaian masalah secara mendasar, misalnya konsistensi pada penerapan Kebijakan pelestarian lingkungan.

Secara teoritis perlunya pendekatan partisipasi masyakat dijabarkan oleh Piers Blake dan Harold Broofield (1987) dalam bukunya Land Degradation and Society dikutip dari Kadri (1998) bahwa “ we must put the land manager ‘center stage’ in the explanation, and learn from the land manager ‘perceptions of their problem’” yang mengartikan bahwa perlu meletakan masyarakat sebagai land manager atau menjadi pusat pengaturan setiap permasalahan dan berdasarkan persepsi dasar masyarakat tersebut.

Metoda pendekatan partisipatif yang berkembang pada perioda 1990 ialah Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dikembangkan dari metoda Rapid Rural Appraisal (RRA) yang terlebih dahulu dikenal. Pada pengembangannya partisipasi sepadan dengan arti peranserta, ikutserta, keterlibatan, atau proses belajar bersama saling memahami, menganalisa, merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah masyarakat. Robert Chambers (1996) dalam Kadri (1998) mengartikan partisipasi sebagai “Suatu pendekatan dan metoda untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan dan oleh masyarakat desa”. Definisi ini memberikan pencerahan akan perlunya memperhatikan masyakat yang terlihat didalamnya dalam proses pengelolaan suatu sumber daya.

Berkaitan dengan pemahaman akan partisipasi di atas, maka makin kuat akan ketergantungan penyediaan air bersih terhadap masyarakat sebagai faktor dominan. Berbagai langkah perlu dilakukan untuk dapat mengkaitkan masyarakat secara menyeluruh dalam sistem penyediaan air bersih seperti peningkatan pemahaman akan perlunya air bersih, kelestarian sumberdaya air baku, pemeliharaan terhadap sarana prasarana air bersih, dll. Peningkatan pemahaman akan berbagai hal tersebut harus dilakuan secara dini dan mendasar artinya perlu adanya pendekatan terstruktur dan terprogram. Usaha untuk meningkatkan partisipasi masyakat seyogyanya dilaksanakan oleh berbagai pihak yang terkait seperti pengelolaan sumberdaya air, pendidik, pemerintah daerah, pemuka agama, pemuka adat dan lain-lain.

BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yang tentunya bukan merupakan jawaban nyata terhadap harapan terwujudnya suplesi air bersih di perkotaan, tetapi lebih memberikan gambaran akan pola pendekatan yang dapat diambil apabila akan dilakukan langkah nyata.

1. Untuk mewujudkan suplesi air bersih yang didambakan masyarakat tidak dapat diselesaikan secara parsial tetapi lebih kepada pendekatan sistem secara terpadu dengan memperhatikan faktor dominan di luar proses suplesi yang mempengaruhinya.

2. Masyarakat dapat dipisahkan dalam kelompok yang masing-masing mempunyai perannya yang berbeda dalam mendukung dan menghambat sistem suplesi air bersih.

3. Partisipasi masyarakat tidaklah dapat diharapkan “seragam” akan tetapi “beragam” sesuai dengan perannya dan perlu adanya keterpaduan antar kelompok.

Sedangkan permasalahan mulai muncul pada produk kualitas air sungai dan air tanah kurang memenuhi syarat . Banyak orang membuang sampah, kotoran maupun limbah ke sungai. Bahkan ada cairan limbah berbahaya dengan menanam di kedalaman beberapa meter.

B. Saran

Masyarakat sebaiknya memelihara sumber-sumber air bersih agar dalam kehidupan terjadi keseimbangan antara kebutuhan air bersih dan perkembangan kota. Karena terciptanya kota yang cantik tapi bermasal dengan air bersih akan sia-sia karena asupan air sangat berperan penting dalam menjaga kesejahtraan masyarakat.

Masyarakat khususya daerah hulu sebaiknya memelihara hutan yang menjadi tempat cadangan air. Sehingga tercipta suasana dimana pada musim hujan tidak terjadi banjir dengan kualitas air yang tidak hiegenis serta kecukupan air pada saat musim kemarau. Bentuk kesadaran masyarakat memang sangat di perlukan mengingat tindakan pemerintah tidak berarti apa-apa jika bentuk pemeliharaan dari masyarakat tidak ada. Di samping itu pemerintah harus gencar sosialisai dan perluasan jaringan air bersih pada suatu wilayah khususnya daerah perkotaan.

Rabu, 04 November 2009

Transportasi Kereta Api

BAB III

GAMBARAN UMUM

3.1 Pengertian Transportasi Kereta Api

Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara.

3.2 Jenis-Jenis Transportasi Kereta Api

Dari segi propulsi (tenaga penggerak) jenis transportasi kereta api dibagi atas :

a. Kereta Api Uap

Kereta api uap adalah kereta api yang digerakkan dengan uap air yang dibangkitkan/dihasilkan dari ketel uap yang dipanaskan dengan kayu bakar, batubara ataupun minyak bakar, oleh karena itu kendaraan ini dikatakan sebagai kereta api dan terbawa sampai sekarang. Sejak pertama kereta api dibangun di Indonesia tahun 1867 di Semarang memakai kereta api uap, pada umumnya dengan lokomotif buatan Inggris dan Belanda. Untuk menggerakkan roda kereta api uap air dari ketel uap dialirkan ke ruang dimana piston diletakkan, uap air masuk akan menekan piston untuk bergerak dan disisi lain diruang piston uap air yang berada diruang tersebut didorong keluar demikian seterusnya. Uap air diatur masuk kedalam ruang piston oleh suatu mekanime langsung seperti ditunjukkan dalam gambar. Selanjutnya piston akan menggerakkan roda mealui mekanisme gerakan maju mundur menjadi gerak putar.

b. Kereta Api diesel

Kereta api diesel dalah jenis kereta api yang bermesin diesel dan umumnya menggunakan bahan bakar mesin dari solar. Ada dua jenis utama kereta api diesel ini yaitu kereta api diesel hydrolik dan kereta api diesel elektrik.

c. Kereta Rel Listrik

Kereta Rel Listrik, disingkat KRL, merupakan kereta yang bergerak dengan sistem propulsi motor listrik.

Dari segi rel jenis transportasi kereta api dibagi atas :

  1. Kereta api rel konvensional

Kereta api rel konvensional adalah kereta api yang umum dijumpai. Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi yang diletakan di bantalan. Di daerah tertentu yang memliki tingkat ketinggian curam, digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi.

  1. Kereta api monorel

Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai. Rel kereta ini hanya terdiri dari satu batang besi. Letak kereta api didesain menggantung pada rel atau di atas rel. Karena efisien, biasanya digunakan sebagai alat transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang mirip seperti jalan layang.

Dari segi di atas/di bawah permukaan tanah jenis transportasi kereta api dibagi atas :

  1. Kereta api permukaan

Kereta api permukaan berjalan di atas tanah. Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini.

  1. Kereta api bawah tanah (Subway)

Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan tanah (subway). Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api. Umumnya digunakan pada kota kota besar (metropolitan) seperti New York, Tokyo, Paris dan Moskwa. Selain itu ia juga digunakan dalam skala lebih kecil pada daerah pertambangan

Dari segi penggunaan jenis transportasi kereta api dibagi atas :

  1. Kereta api penumpang

Kereta api penumpang adalah kereta api yang digunakan untuk mengangkut orang. Selain itu biasanya digunakan gerbong khusus untuk makan malam, gerbong tidur, gerbong surat, dan gerbong barang.

  1. Kereta api barang

Kereta api barang adalah kereta api yang digunakan untuk mengangkut barang (kargo), pupuk, hasil tambang (pasir, batu, batubara ataupun mineral), ataupun kereta api trailer yang digunakan untuk mengangkut peti kemas. Selain itu digunakan gerbong khusus untuk mengangkut ternak, ataupun tangki untuk mengangkut minyak atau komoditas cair lainnya (bahan kimia dll).

3.3 Karakteristik Kereta Api

Kereta Api sebagai angkutan massal, mempunyai karakteristik :

  • Mempunyai berat (massa) yang besar 700 sampai
  • dengan 3000 ton
  • Panjang rangkaian 300 sampai dengan 800 meter
  • Sistem adhesi antara roda baja dan jalan baja
  • Mempunyai jalur khusus dan tidak bisa berbelok
  • Tidak bisa berhenti mendadak karena kereta api
  • dengan kecepatan 80 km/jam membutuhkan jarak
  • pengereman kurang lebih 400 meter

3.4 Rel Kereta Api

Rel digunakan pada jalur kereta api. Rel mengarahkan/memandu kereta api tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan. Rel-rel tersebut diikat pada bantalan dengan menggunakan paku rel, sekrup penambat, atau penambat e (seperti penambat Pandrol).

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan. Puku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu, sedangkan penambat e digunakan untuk bantalan beton atau semen.

Rel kereta api dilihat lebih dekat, Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau dikenal sebagai Balast. Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran dan lenturan rel akibat beratnya kereta api. Untuk menyeberangi jembatan, digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton.

Jenis rel berdasarkan berat, Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar:

  • Rel 25 yang berarti 25 kg/m
  • Rel 33
  • Rel 44
  • Rel 52
  • Rel 60

a. Lebar trak

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan, semakin lebar semakin stabil sehingga semakin tinggi kecepatan kereta apinya. Lebar trak yang umum digunakan diantaranya [1]

· Lebar 700 mm, digunakan Kereta api Aceh, dari Besitang menuju Banda Aceh yang saat ini sudah tidak digunakan lagi.

· Lebar 1000 mm disebut juga "meter gauge", digunakan di Malaysia

· Lebar 1067 mm, atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara umum di Indonesia

· Lebar 1435 mm, atau 4 kaki 8,5 inci. merupakan rel yang banyak digunakan didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

b. Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m. Untuk meningkatkan kenyamanan penggunaan kereta api yang berjaln diatasnya maka rel tersebut disambung. Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara:

c.Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga bisa menjadi rel yang menerus. Pengelasan menggunakan las termit dengan menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia tersebut dan menyambung rel tersebut, sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian dipotong dan diratakan dengan rel.

d. Sambungan baut

Fishplate diantara 2 rel yang disambung. Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang dibaut pada kedua rel yang disambung. Dengan sambungan yang demikian terasa pada saat berjalan dalam kereta api.

3. 5 Stasiun kereta api

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam memakai sarana transportasi kereta api. Selain stasiun, pada masa lalu dikenal juga dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api.

Stasiun kereta api umumnya terdiri atas tempat penjualan tiket, peron atau ruang tunggu, ruang kepala stasiun, dan ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya, seperti sinyal, wesel (alat pemindah jalur), telepon, telegraf, dan lain sebagainya. Stasiun besar biasanya diberi perlengkapan yang lebih banyak daripada stasiun kecil untuk menunjang kenyamanan penumpang maupun calon penumpang kereta api, seperti ruang tunggu, restoran, toilet, mushalla, area parkir, sarana keamanan (polisi khusus kereta api), sarana komunikasi, depo lokomotif, dan sarana pengisian bahan bakar. Pada papan nama stasiun yang dibangun pada zaman Belanda, umumnya dilengkapi dengan ukuran ketinggian rata-rata wilayah itu dari permukaan laut, misalnya Stasiun Bandung di bawahnya ada tulisan plus-minus 709 meter.

Pada umumnya, stasiun kecil memiliki tiga jalur rel kereta api yang menyatu pada ujung-ujungnya. Penyatuan jalur-jalur tersebut diatur dengan alat pemindah jalur yang dikendalikan dari ruang PPKA. Selain sebagai tempat pemberhentian kereta api, stasiun juga berfungsi bila terjadi persimpangan antar kereta api sementara jalur lainnya digunakan untuk keperluan cadangan dan langsir. Pada stasiun besar, umumnya memiliki lebih dari 4 jalur yang juga berguna untuk keperluan langsir. Pada halte umumnya tidak diberi jalur tambahan serta percabangan. Pada masa lalu, setiap stasiun memiliki pompa dan tangki air serta jembatan putar yang dibutuhkan pada masa kereta api masih ditarik oleh lokomotif uap.

Karena keberadaan stasiun kereta api umumnya bersamaan dengan keberadaan sarana kereta api di Indonesia yang dibangun pada masa zaman Belanda, maka kebanyakan stasiun kereta api merupakan bangunan lama yang dibangun pada masa itu. Sebagian direstorasi dan diperluas, sedangkan sebagian yang lain ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Kebanyakan kota besar, kota kabupaten, dan bahkan kecamatan di Jawa dihubungkan dengan jalur kereta api sehingga di kota-kota tersebut selalu dilengkapi dengan stasiun kereta api.