Jumat, 18 Desember 2009

PENGEMBANGAN KAWASAN TEPIAN AIR
(WATERFRONT DEVELOPMENT)



A. PENDAHULUAN
Wrenn (1983) mendefinisikan waterfront development sebagai "interface between land and water". Di sini kata "Interface" mengandung pengertian adanya kegiatan aktif yang memanfaatkan pertemuan antara daratan dan perairan. Adanya kegiatan inilah yang membedakannya dengan kawasan lain yang tidak dapat disebut sebagai waterfront development - meski memiliki unsur air – apabila unsur airnya dibiarkan pasif. Dengan demikian pengertian waterfront development dapat dirumuskan sebagai pengolahan kawasan tepian air yaitu kawasan pertemuan antara daratan dan perairan dengan memberikan muatan kegiatan aktif pada pertemuan tersebut. Perairan yang dimaksud bisa berupa unsur air alami (laut, sungai, kanal, danau) atau unsur air buatan (kolam, danau buatan). Sedangkan muatan kegiatan bias berupa aktivitas perairan seperti berperahu (dayung atau layar) atau aktivitas pantai (pesisir, promenade, atau esplanade) yang memanfaatkan pemandangan perairan. Pengertian waterforn development telah demikian berkembang, sehingga mencakup pengembangan kawasan yang sama sekali jauh dari sumber air alami. Sebagai contoh, dalam rangka Expo '82 di Knoxville, Tennessee (USA), suatu kawasan bekas stasiun kereta api telah dirombak menjadi sebuah taman air aktif yang dapat dikategorikan sebagai sebuah waterfront development.
Pengembangan kawasan tepian air (waterfront development) merupakan trend yang melanda kota-kota besar dunia sejak tahun 80-an, dan tampak masih akan digemari sampai dasawarsa mendatang. Jenis pengembangan ini dirintis sejak tahun 60-an oleh kota-kota pantai di Amerika yang memanfaatkan lahan-lahan kosong bekas pelabuhan lama untuk dikembangkan menjadi kawasan bisnis, hiburan, serta permukiman. Sukses Amerika ini segera ditiru oleh kota-kota pelabuhan Eropa dan kemudian menyebar ke segala penjuru dunia. Beberapa hal yang menjadi kunci keberhasilan waaterfront development adalah dibangkitkannya kembali kenangan lama akan kota yang didominasi oleh kegiatan perairan, kemudahan pencapaian karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota, serta luar lahan yang cukup besar yang ada pada saat ini sudah sulit ditemukan lagi di dalam kota .
kecenderungan membangun kawasan tepian air ini juga telah melanda kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta. Keberhasilan reklamasi pada rawa-rawa di pantai utara Jakarta yang melahirkan sarana rekreasi Ancol telah mendorong pembangunan kawasan tepian air lainnya seperti Pantai Mutiara dan Pantai Indah Kapuk. Kembali maraknya pembangunan di tepian air merupakan bagian perjalanan sejarah yang panjang, yang mencatat kaitan antara kota dengan air, yaitu: hubungan yang erat antara kota dengan air, kecenderungan untuk meninggalkan air, serta kecenderungan untuk kembali ke air (Mayer dalam Vanreusel, 1990).


a. Hubungan yang erat antara kota dengan air
Sejarah mencatat bahwa kota-kota lama selalu mempunyai hubungan yang besar, sebab mengandalkan hubungan dengan kota-kota lain terutama untuk keperluan perdangan melalui lalu lintas air. Oleh karenanya tidaklah mengherankan apabila pelabuhan merupakan tempat yang penting pada sebuah kota, sehingga sentral atau pusat kegiatan kota juga terletak di sekitarnya. Di kawasan sentral ini terletak bangunan-bangunan umum yang penting, pasar, serta ruang terbuka kota (plaza/central square). Kegiatan di perairan dan pelabuhan, seperti hilir mudik kapal-kapal serta bongkar muat barang, menjadi pemandangan yang menarik bagi warga kota. Di sekitar pelabuhan selalu dibangun promenade atau esplanade, yaitu pelataran yang ditinggikan untuk berjalan-jalan sambil melihat-lihat pemandangan perairan.

b. Kecenderungan untuk meninggalkan air
Kaitan yang erat antara kota dan air menjadi terganggu sejak industri berkembang pesat di kota-kota besar dunia, yaitu sekitar pertengahan abad 19. Volume kegiatan di pelabuhan menjadi berlipat ganda, gudang-gudang besar bahkan pabrik-pabrik didirikan di sekitar pelabuhan. Akibatnya pemandangan ke arah perairan menjadi terhalang. Pelabuhan menjadi tempat yang tidak nyawan dan tidak aman bagi warga kota untuk berjalan-jalan menikmati pemandangan. Sentra kotapun bergeser menjauhi perairan. Kemajuan teknologi melahirkan jenis-jenis kapal baru yang lebih besar dengan peralatan yang lebih maju dan menuntut fasilitas dermaga serta galangan kapal yang lebih besar. Untuk memenuhi tuntutan ini kota-kota tua harus membangun pelabuhan baru, sehingga pelabuhan lamanya kosong dan ditinggalkan. Kawasan luas yang kosong ini tidak jarang menjadi sarang kriminalitas. Kecenderungan kota-kota besar untuk membangun jalan raya bebas hambatan yang dibuat mengelilingi kota (ring road) ikut memperburuk keadaan, sebab menjadikan kawasan pelabuhan semakin terisolasi terpisah dari bagian kota lainnya.

c. Kecenderungan untuk kembali mendekati air
Pertumbuhan kota yang pesat, terutama setelah Perang Dunia II, menyebabkan banyak kota besar dunia menjadi demikian padat. Lahan di dalam kota menjadi semakin langka. Kawasan pelabuhan lama yang kebanyakan berupa dok-dok dan gudang-gudang yang telah ditinggalkan menjadi incaran investor untuk dapat membangun dalam skala besar. Ukurannya yang luas dan letaknya yang dekat dengan pusat kota merupakan kelebihan yang menjadikan kawasan ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sarana komersial. Hal lain yang mendorong pengembangan kawasan tepian air adalah munculnya "kerinduan" kepada suasana kehidupan perairan yang telah lama ditinggalkan. Amerika merintis pembangunan kawasan eks-pelabuhan dengan proyek "Inner Marbor" di Baltimore, Maryland pada tahun 60-an dan disusul dengan proyek serupa di Boston serta kota-kota pelabuhan lainnya.

B. ASPEK DASAR PERANCANGAN
Dalam perancangan kawasan tepian air, terdapat dua aspek penting yang mendasari keputusan-keputusan serta solusi rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah faktor geografis serta konteks perkotaan (Wren, 1983 dan Toree, 1989).

a. Faktor Geografis
Merupakan hal-hal yang menyangkut geografis kawasan dan akan menentukan jenis serta pola penggunaannya. Termasuk di dalam aspek ini adalah
-       Kondisi perairan, yaitu jenis (laut, sungai, dst), dimensi dan konfigurasi, pasang-surut, serta kualaitas airnya.
-       Kondisi lahan, yaitu ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta kepemilikannya.
-       Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan.

b. Konteks perkotaan (Urban Context)
Merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas bagi kota yang bersangkutan serta menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait. Termasuk dalam aspek ini adalah:
-       - Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan waterfront, atau sekedar merasa "memiliki" kawasan tersebut sebagai sarana publik.
-       - Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan arah pengembangannya (misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan.
-       - Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi didalamnya.
-       - Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu kawasan waterfront dengan lainnya. Ciri ini dapat dibentuk dengan material, vegetasi, atau kegiatanl yang khas, seperti "Festival Market Place" (ruang terbuka yang dikelilingi oleh kegiatan pertokoan dan
-       hiburan). Konsep festival ini pertama kali dibangun di proyek Faneuil Hall, Boston, dan diilhami oleh dua jembatan toko kuno di Italia, yaitu Ponte Vecchio di Firenze dan Ponte Riaalto di Venezia.




C. ELEMEN PERANCANGAN
Dalam mengolah kawasan tepian air, beberapa elemen dapat diberikan penekanan dengan memberikan solusi disain yang spesifik, yang membedakan dengan olahan kawasan lainnya atau yang dapat memberikan kesan mendalam sehingga selalu dikenang oleh pengungjungnya. Di antara elemen-elemen penting dalam waterfront development adalah:

a. Pesisir
Kawasan tanah atau pesisir yang landai/datar dan langsung bertasan dengan air. Merupakan tempat berjemur atau duduk-duduk dibawah keteduhan pohon (kelapa atau jenis pohon pantai lainnya) sambil menikmati pemandangan perairan.

b. Promenade/Esplanade
Perkerasan di Kawasan tepian air untuk berjalan-jalan atau berkendara (sepeda atau kendaraan tidak bermotor lainnya) sambil menikmati pemandangan perairan. Bila permukaan perkerasan hanya sedikit di atas permukaan air disebut promenade, sedangkan perkerasan yang diangkat jauh lebih tinggi dari permukaan (sperti balkon) disebut esplanade. Pada beberapa tempat dari promenade dapat dibuat tangga turun ke air, yang disebut "tangga pemandian" (baptismal steps).

c. Dermaga
Tempat bersandar kapal/perahu yang sekaligus berfungsi sebagai jalan di atas air untuk menghubungkan daratan dengan kapal atau perahu. Pada masa kini dermaga dapat diolah sebagai elemen arsitektural dalam penataan kawasan tepian air, dan diperluas fungsinya antara lain sebagai tempat berjemur.

d. Jembatan
Penghubung antara dua bagian daratan yang terpotong oleh sungai atau kanal. Jembatan adalah elemen yang sangat populer guna mengekspresikan misi arsitektural tertentu, misalnya tradisional atau hightech, sehingga sering tampil sebagai sebuah scuilpture. Banyak jembatan yang kemudian menjadi Lengaran (landmark) bagi kawasannya, misalnya Golden Gate di San Francisco atau Tower Bridge di London.

e. Pulau buatan/bangunan air
Bangunan atau pulau yang dibuat/dibangun di atas air di sekitar daratan, untuk menguatkan kehadiran unsur air di kawasan tersebut. Bangunan atau pulau ini bisa terpisah sama sekali dari daarata, bisa juga dihubungkan dengan jembatan yang merupakan satu kesatuan perancangan.

f. Ruang terbuka (urban space)
Berupa taman atau plaza yang dirangkaikan dalam satu jalinan ruang dengan kawasan tepian air. Contoh klasik dari rangkaian urbaan space di kawasan tepian air adalah Piazza de La Signoria yang dihubungkan dengan Ponte Veccnio, di Firenze, serta Piazza San MMarco dengan Grand Canal, di Venezia.

g. Aktivitas
Guna mendukung penataan fisik yang ada, perlu dirancang kegiatan untuk meramaikan atau memberi ciri khas pada kawasan pertemuan antara daratan dan perairan. "Floating market" misalnya, adalah kegiatan tradisional yang dapat ditampilkan untuk menambah daya taarik suatu kawasan waterfront, sedang festival market place adalah contoh paduan aktivitas (hiburan dan perbelanjaan) dengan tata ruang waterfront (plaza atau urban space). Selain itu juga terdapat jenis kegiatan yang bisa ditampilkan secara berkala, misalnya festival perahu/gondola atau layang-layang.

D. FUNGSI
Mengingat bahwa salah satu sebab maraknya pembangunan di kawasna tepian air disebabkan oleh langkahnya lahan perkotaan, maka fungsi-fungsi yang diberikan pada proyek-proyek waterfront juga mencerminkan kebutuhan perkotaan pada masa kini. Meski bisa dibedakan adanya berbagaai fungsi, namun pada suatu kawasan tepian air bisa dihadirkan beberapa fungsi sekaligus. Sedangkan fungsi-fungsi dimaksud antara lain adalah:

a. Hunian
Salah satu kelebihan hunian di kawasan tepian air adalah dimungkinkannya untuk menambatkan kapal-kapal pribadi (boat/yacht) di sekitar rumah. Bentuk hunian dapat berupa rumah-rumah tunggal atau berupa kondominium. Jenis waterfront housing ini diperkenalkan di Port Grimaud, Prancis (1966), kemudian di contoh diberbagai tempat, antara lain Port Louis, Lousiana AS (1986) dan Pantai Mutiara, Jakarta (1987). Keberhasilan proyek perumahan tepi air Pantai Mutiara telah mendorong pengembangan proyek serupa di Pantai Indah Kaapuk dan perluasan Ancol.

b. Bisnis
Pembangunan kawasan bisnis berskala besar di kawasan tepian air, dipelopori oleh proyek Battery City Park di New York, telah melambungkan citra waterfront development sebagai urban project yaang menggejala di kota-kota besar dunia sejak awal tahun 80-an. Menara-menara kantor dan hotel merupakan unsur yang dominan dalam membentuk wajah kawasan tepian air. Wajah seperti inilah yang kemudian bisa disaksikan antara lain di Canary Wharf – salah satu bagian kawasan London Docklands atau CBD (Central Business District) di kawasan Olympic Village, Barcelona. Sedangkan yang masih dalam tahap konstruksi adalah kompleks Watertad di Rotterdam serta Dowtown Core Portview di Marina Bay, Singapura.



c. Komersial dan hiburan
Sejak akhir tahun 60-an kawasan bekas pelabuhan lama di kota-kota pantai Amerika telah berhasil dikembangkan menjadi sarana komersial dan hiburan/rekreasi. Bekas bangunan dermaga atau gudang dimanfaatkan menjadi pusat-pusat perbelanjaan. selain itu juga dibuat ruang terbuka (Plaza) yang secara berkala diisi dengan kegiatan pertunjukan atau keramaian lainnya. Solusi gaya Amerika ini banyak mewarnai penataan kawasan tepian air kota-kota besar lain diseluruh dunia.

E. KONSEP PENATAAN KAWASAN TEPIAN PANTAI UNTUK KOTA PALU
Permasalahan serius Kawasan Tepian Pantai berkaitan dengan kawasan tepi sungai terutama disebabkan oleh tidak adanya pedoman operasional bagi pengendalian pertumbuhan di sepanjang tepian pantai/sungai ini. Beberapa pedoman yang ada (RTRW KOTA/RDTRK) dirasakan masih terlalu umum dan belum secara konseptual meletakkan landasan pemanfaatan dan pengembangan kawasan tepian pantai/sungai. Akibatnya adalah pengembangan kegiatan di atas pantai dan sungai, serta darat tidak terintegrasi secara baik, sehingga Pemerintah Kota harus menghadapi berbagai permasalahan seperti:
-       Pemanfaatan lahan yang tidak efisien (tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya) ditinjau dari kontribusinya terhadap ekonomi kota. Inefisiensi penggunaan lahan ini terutama terjadi pada daerah pusat kota.
-       Penguasaan lahan tepi pantai dan sungai oleh perorangan yang membatasi akses warga kota ke pantai dan sungai, sehingga terjadi penguasaan sumber daya strategis (pantai & sungai) oleh sebagian kecil kelompok masyarakat.
Hal ini terjadi hampir di sepanjang lahan tepi pantai dan sungai. Rusaknya atmosphere unik dan budaya permukiman tepi pantai dan sungai yang menjadi ciri pantai dansungai di Palu, serta hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan potensi kawasan tepi pantai dan sungai sebagai generator ekonomi kota. Kecenderungan yang ada menjadikan sungai sebagai daerah belakang (tempat pembuangan) sehingga terjadi degradasi kualitas lingkungan maupun visual (estetika), Peruntukan sebagian besar lahan kawasan tepi sungai bagi kegiatan industri /pertambangan tanpa diikuti pedoman pengaturan yang lebih rinci/operasional akan menyebabkan timbulnya masalah lingkungan (polusi dan degradasi estetika kota).
Dalam melakukan pengembangan, kawasan tepi pantai dan sungai selain dianggap sebagai satu kesatuan dan kontinyuitas sistem pantai dan sungai (hulu ke hilir), juga harus dilihat sebagai daerah yang berada diantara lingkungan darat dan lingkungan air dimana sebagai daerah peralihan kawasan ini menuntut pengakuan khusus dari aspek lingkungan alamnya, aspek pengelolaan potensi, aspek kegiatan yang direncanakan, dan pilihan teknologi yang akan dipakai. Pengembangan kawasan tepian sungai menuntut keterpaduan dalam berbagai tingkatan, mulai dari yang bersifat makro (kebijaksanaan dan program) hingga keterpaduan yang bersifat mikro (fisik). Keterpaduan ini juga mencakup keterpaduan berbagai aspek, antara lain adalah aspek fungsi kegiatan-kegiatan yang akan ada (tata-ruang), intensitas pembangunan (tata bangunan), serta arahan arsitektur ruang luar dan fasade bangunan (urban desain dan landscaping).
Secara operasional apabila RTRW KOTA kota telah meletakkan landasan pengembangan kawasan tepian sungai maka selanjutnya dapat/perlu disiapkan suatu rencana terpadu (multi-aspek) yang sanggup dijadikan arahan rancangan fisik pertumbuhan kota (urban design) khusus untuk seluruh kawasan tepi pantai dan sungai di Palu.

1. Dasar Pengembangan
-       Kota Palu sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tengah sekaligus sebagai pintu gerbang ke wilayah Sulawesi Tengah, serta terletak pada poros/sumbu Pulau Sulawesi patut memberikan citra yang prima bagi Indonesia.
-       Sesuai dengan citranya sebagai kota yang relatif didominasi air, maka dari itu berusaha terus dipertahankan dan dikembangkan / ditingkatkan dengan memanfaatkan kaidah-kaidah pengembangan "Waterfront City / Seaside City".
-       Namun demikian, Kota Palu relatif belum mengoptimalkan pemanfaatan potensi tepian laut/sungai sebagai ruang-ruang terbuka public sehingga pengembangannya akan menjadi suatu yang unik dan bisa dijadikan sebagai contoh.
-       Adanya kebutuhan yang tinggi dari masyarakat kota terhadap fasilitas-fasilitas rekreasi dan ruang terbuka hijau pada tingkat skala pelayanan kota yang cukup representatif.

2. Konsep Dasar Pengembangan
Air adalah sumber kehidupan, mengendalikan, sekaligus melengkapi kehidupan manusia dan seluruh flora-fauna di bumi. Hal utama dari air, yaitu selain menopang kehidupan secara kontinyu (berkelanjutan) juga dapat membentuk suatu lingkungan dan cara hidup yang unik, yang biasanya terjadi di tepi-tepi air. Hal ini dapat dilihat pada kota-kota pelabuhan di dunia yang kaya dan beraneka ragam, yang merupakan keinginan manusia untuk hidup di tepi air ("where water meet land") yang sesungguhnya merupakan tempat terbaik, dan terindah apabila dikelola secara bijaksana. Sesuai dengan karakteristik alamnya maka Kota Palu, dasar pengembangannya harus dilakukan dengan konsep "Waterfront / Seaside”, yang prinsipnya adalah :
-       Keberadaan kota Palu yang berada di tepi pantai yang selama ini menjadi bagian belakang kota harus dibalik orientasinya sehingga tepian pantai adalah bagian muka dari wajah kota yang harus kelihatan cantik. Dengan demikian secara keseluruhan struktur tata ruang Kota Palu polanya akan berorientasi ke pantai/ laut.
-       Karakter air dan lingkungannya menjadi ciri dari pengolahan ruang-ruang Kota Palu, dan harus dimanfaatkan keberadaannya melalui pengolahan ruang kota sehingga memberikan nilai tambah yang tinggi bagi kesejahteraan warga kota.
-       Pada lokasi-lokasi strategis yang memiliki potensi sebagai pengembangan pusat kegiatan tertentu (node) maka diperlukan pengolahan dan penataan khusus sehingga nilai lokasi tersebut memberikan manfaat yang tinggi bagi warga kota.
Konsep Penataan Kawasan Tepian Pantai ini dilakukan dengan memadukan unsur-unsur pembentuk ruang kota yang relevan, yaitu :
-       Activity Support dan Urban Open Space (sebagai unsur Node) Activity Support ini pada dasamya juga merupakan aktivitas yang mengarahkan pada kepentingan pergerakan (importance of movement), kehidupan kota dan kegembiraan/ kesenangan (excitement). Adapun bentuk dari Activity Support ini, yaitu kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusat-pusat kegiatan umum yang ada di kota, antara lain dapat berupa ruang terbuka atau bangunan yang diperuntukan bagi kepentingan umum.
-       Linkage System (sebagai unsur Path), lebih diartikan pada sistem jaringan pergerakan (transport) antara fungsi kegiatan yang satu dengan fungsi kegiatan yang lain, sekaligus dapat memberikan image/citra visual yang spesifik pada kawasan kota tertentu, karena dapat menghadirkan identitas lokal. Dalam Konsep Penataan Kawasan Tepian Pantai intinya adalah mengintegrasikan setiap sistem pergerakan dengan kegiatan yang ada secara terpadu. Dalam kaitan ini maka jaringan pergerakan yang dimaksud adalah :
Ø  Pergerakan kendaraan di darat (Jalan)
Ø  Pergerakan kendaraan di air (Laut dan Sungai)
Ø  Pergerakan orang di darat (Pedestrian)
Ø  Berjalan kaki untuk ke tempat kerja atau perjalanan fungsional, jalur pedestrian dirancang untuk tujuan tertentu seperti untuk melakukan pekerjaan bisnis, makan-minum, pulang dan pergi ke dan dari tempat kerja.
Ø  Berjalan kaki untuk berbelanja yang tidak terikat waktu, dapat dilakukan dengan perjalanan santai dan biasanya kecepatan berjalan lebih rendah dibandingkan dengan orang berjalan ke tempat kerja atau dalam perjalanan fungsional.
Ø  Berjalan kaki untuk keperluan rekreasi dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan berjalan santai. Diperlukan fasilitas pendukung yang bersifat rekreatif seperti kegiatan berkumpul, bercakap-cakap, menikmati pemandangan di sekitamya yang memeriukan ruang terbuka yang dilengkapi dengan elemen pendukungnya antara lain, tempat duduk, lampu penerangan, bak bunga dan sebagainya. Urban Open Space. Menurut sifatnya ruang terbuka kota dapat dibagi menjadi hard space (ruang keras) dan soft space (ruang lunak). Masyarakat kota selalu membutuhkan ruang terbuka kota.
-       City Orientation (sebagai unsur Urban Landmark) Landmark sebagai orientasi kota berperan pula sebagai komunikator agar dapat terciptanya dialog atau kualitas ruang kota yang menerus antara tempat kegiatan yang satu dengan tempat kegiatan yang lain, sekaligus dapat memberikan image/citra visual yang sfesifik pada kawasan kota tertentu, karena dapat menghadirkan identitas lokal.
Demikianlah sekilas konsep waterfront city, kemungkinan diterapkan di Kota Palu perlu keberanian pemberi kebijakan dan kesiapan Pemko Palu untuk merencanakannya.
Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) mengusulkan pembuatan waterfront city sebagai salah satu upaya untuk mengatasi banjir yang diakibatkan oleh pembangunan permukiman di bantaran kali. Waterfront City bisa dilengkapi dengan pusat rekreasi dan bisnis (waterfront city). "Untuk subsidi kepada masyarakat," Namun, perlu ada badan otoritas untuk mengelola waterfront city ini. Karena apabila di serahkan seratus persen pada swasta akan menyebabkan penarikan keuntungan personal.
Kota-kota yang sudah mulai membangun Waterfront City: Kota Balikpapan, Kota Pontianak, Kota Tarakan, Siak, Makassar (Pantai losari) dan kota-kota pantai lainnya di Indonesia yang sudah mulai mengarahkan pembangunan kotanya menuju Waterfront city, Mengapa Palu tidak dimulai Juga? Pemikiran pembentukan waterfront city bisa dimulai dari pembangunan pantai Talise yang mempunyai potensi dikembangkan sebagai embrio Waterfront city. SEbagai tahap awal perencanaan waterfront City, kemudian setelah itu dikembangkan tataruang pendukung lainnya serta keberadaan sarana dan prasarana kota yang memadai untuk pengembangan suatu waterfront city.. Hal penting yang ditekankan untuk penerapan waterfront city adalah pembentokan pengelola atau badan otorita nya yang bisa merekrut pihak Pemko maupun swasta (investor) bekerjasama dalam pengelolaan.

F. KESIMPULAN
Mengingat perkembangan yang terjadi di dunia internasional saat ini, serta kecenderungan yang ada di Indonesia sendiri (antara lain dengan proyek Ancol, Pantai Mutiaraa, dan Pantai Indah Kapuk), maka terlihat bahwa pengembangan kawasan tepian air masih menunjukkan prospek yang cuukup cerah. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal penting yang berkaitan dengan pembangunan di kawasan tepian air, yaitu:

a. Keseimbangan Lingkungan
Berhubungan kawasan peraian mempunyai kondisi alamiah beserta ekosistemnya yang spesifik, maka perlu dijaga agar faktor-faktor lingkungan ini dijaga keseimbangannya. Perlu dibuatkan prasarana untuk mencegah erosi pantai, serta perlu diadakan pengaturan sirkulasi air untuk mencegah terjadinya banjir di areal yang dibangun atau kawasan sekitarnya. Habitat setempat seperti jenis-jenis burung adan ikan perlu mendapatkan perhatian agar tidak mengalami kepunahan.


b. Konteks perkotaan
Sebagai perantara antara periaran dan daratan, kawasan waaterfront perlu menempaatkan diri sebagai bagian dari kota induknya, antara lain melalui pencapaian yang mudah dan jelas serta struktur lingkungan (pola jalan, susunan massa, dsb.) yang menghargai struktur bagian kota yang berdekatan. Selain itu juga perlu mempertahankan ciri kota yang bersangkutan, melalui pelestarian potensi budaya yang ada serta pelestarian bangunan yang bernilai sejarah atau bernilai arsitektur tinggi.

c. Rencana induk pengembangan
Salah satu faktor penentu keberhasilan penataaan kawasan tepian air adalah adanya rencana induk pengembangan kawasan tersebut. Adanya rencana induk ini juga mempermudah usaha untuk menjaga keseimbangan lingkungan serta menjaga keserasian dengan konteks kota yang ada. Dalam kasus pantai Jakarta, terlihat tidak adanya rencana induk pengembangan kawasan pantai secara terpadu dan menyeluruh. Masing-masing proyek (Ancol, Pantai Mutiara, Pantai Indah Kapuk) membuat rencana pengembangan sendiri. Hal ini berakibat sulitnya melakukan pengendalian terhadap adanya kemungkinan dampak lingkungan yang disebabkan oleh adanya pola akses yang jelas dari kota menuju ketiga proyek di atas. Contoh kasus Jakarta ini menunjukkan betapa pentingnya sebuah rencana induk pengembangan yang menyeluruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar